NIM : 0910480058
Pada bulan Mei 2008 terjadi inflasi 1,41 persen. Seluruh 45 kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Banda Aceh 3,78 persen dan inflasi terendah di alangkaraya 0,19 persen.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa sebagai berikut : kelompok bahan makanan 1,72 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,86 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,58 persen, kelompok kesehatan 0,69 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,37 persen dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 2,23 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami penurunan indeks adalah kelompok sandang 0,16 persen.
Laju inflasi tahun kalender (Januari-Mei) 2008 sebesar 5,47 persen, sedangkan laju inflasi “year on year” (Mei 2008 terhadap Mei 2007) sebesar 10,38 persen. Inflasi komponen inti pada bulan Mei 2008 sebesar 0,76 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender (Januari-Mei) 2008 sebesar 4,32 persen, sedangkan laju inflasi komponen inti “year on year” (Mei 2008 terhadap Mei 2007) sebesar 8,69 persen.
Ulasan: Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok-kelompok barang dan jasa
1. Artikel (III)
Laju inflasi tahun 2006 diperkirkan masih akan tetap tinggi, yang dipicu belanja publik (pemerintah) dalam APBN, disamping kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, dan Polri. Sementara pemicu inflasi dari aktivitas ekonomi masyarakat, akan terjadi sehubungan dengan kenaikan harga dua komoditas publik, Tarif Dasar Listrik (TDL) dan elpiji. Momentum penyelesaian akhir penyusunan RAPBN 2006 antara pemerintah dengan DPR, pada minggu terakhir Oktober 2005 diwarnai berita-berita yang amat mengkhawatirkan seputar tingginya laju inflasi pada bulan tersebut. Ini seperti mengingatkan pemerintah dan DPR tentang masa depan RAPBN yang sedang mereka godok, yang juga ditengarai dengan kemungkinan tingginya laju inflasi selama tahun 2006.
Sebagaimana diketahui, laju inflasi 2005 terus menerus meningkat dan semakin jauh meningggalkan asumsi APBN 2005. Pengumuman laju inflasi bulan Oktober 2005 dari Badan Pusat Statistik (BPS), seperti yang dilansir harian Suara Pembaruan, Selasa (2/11), bahwa laju inflasi selama bulan Oktober 2005 mencapai 8,7 persen, sedangkan laju inflasi Januari-Oktober 2005 mencapai 15,56%.
Menurut Kepala BPS, Choiril Maksum, seperti dilaporkan harian Media Indonesia, Rabu (2/11) laju inflasi Oktober 2004 dibanding Oktober 2005 (year on year) sebesar 17,89 persen merupakan laju inflasi tertinggi sejak tahun 2001. Demikian juga dengan laju inflasi bulanan, tingkat inflasi Oktober yang mencapai 8,7% merupakan laju inflasi bulanan tertinggi dalam 4 tahun terakhir.
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi pada pembicaraan awal APBN 2006 direncanakan sebesar 7.0 persen. Namun setelah menimbang berbagai aktivitas ekonomi yang akan mempengaruhi kinerja inflasi, pemerintah dan DPR pada akhirnya menyepakati tingkat inflasi sebesar 8.0 persen. Penetapan 1% lebih tinggi dari pembahasan awal APBN 2006, dimaksudkan untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM yang dimungkinankan masih mempengaruhi tingkat inflasi di tahun 2006. Disamping itu, peningkatan ini juga untuk mengantisipasi meningkatnya anggaran belanja APBN, baik rutin maupun pembangunan yang akan memicu peningkatan konsumsi barang dan jasa oleh pemerintah.
Daya tahan tingkat inflasi sebesar 8 persen untuk tahun 2006, juga masih dipertanyakan sehubungan dengan besarnya warisan inflasi tahun anggaran 2005 yang diperkirakan mencapai 12 persen atau meningkat sebesar 3,4% dari yang ditetapkan APBN 2005 perubahan kedua, sebesar 8,6%. Bahkan, menurut perkiraan Bank Indonesia (BI), sebagaimana yang dilaporkan harian Suara Pembaruan, Rabu (20/10), laju inflasi tahun 2005 dapat mencapai 14%.
Kinerja inflasi 2006 yang ditetapkan pemerintah bersama DPR sebesar 8% juga tidak tertutup kemungkinan berakhir tragis seperti yang dialami APBN 2005. Pada awalnya, tingkat inflasi pada APBN 2005 ditetapkan sebesar 5,5 % yang kemudian diubah menjadi 7,5% pada APBN 2005 Perubahan (pertama). Namun kinerja laju inflasi yang terus menerus meningkat, membuat asumsi inflasi diubah menjadi 8,6 persen pada APBN Perubahan (kedua). Sementara realisasi laju inflasi menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebagaimana yang dilaporkan Investor Daily, Senin (7/11), untuk kurun waktu Januari-Oktober 2005, sudah mencapai 15,65%.
Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator penting yang menentukan kinerja perekonomian sebuah negara. Penetapan laju inflasi yang tinggi pada APBN 2006 akan mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan, khususnya dalam penyaluran kredit ke sektor rill. Perbankan akan menyikapi tingkat inflasi yang tinggi sebagai tolok ukur dalam penentuan tingkat suku bunga kredit, yang sudah barang tentu berada beberapa persen di atas tingkat inflasi. Hal ini didukung pula oleh asumsi APBN 2006 terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tiga bulan sebesar 9,5%.
Di sektor riil, inflasi yang tinggi akan menciptakan hambatan-hambatan dalam berinvestasi dan dalam melakukan ekspansi usaha. Hal ini diakibatkan tingginya tingkat suku bunga kredit yang ditetapkan perbankan, sementara tingkat pengembalian keuntungan dunia usaha tidak dapat melampaui tingkat suku bunga kredit, karena pada sisi yang lain, tingkat inflasi yang tinggi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat.
Picu-Picu Inflasi
Bertitik tolak dari besaran-besaran APBN 2006 yang telah disepakati pemerintah bersama DPR dalam Sidang Paripurna DPR, Jumat (28/10), dengan jelas memperlihatkan besarnya ancaman inflasi selama tahun anggaran 2006 mendatang. Ancaman inflasi ini datang dari sisi belanja APBN yang mengalokasikan dana yang sangat besar, baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Bertambahnya jumlah belanja pemerintah akan memicu peningkatan laju inflasi selama tahun 2006. Kepala Badan Pengkajian Ekonomi dan Kerjasama Internasional (BAPEKKI) Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu, sebagaimana dilaporkan harian Bisnis Indonesia, Sabtu (22/10), menyebutkan anggaran belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah meningkat hingga 1,5 kali lipat. Sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) meningkat hingga dua kali lipat.
Anggito Abimanyu lebih lanjut mengatakan, peningkatan anggaran ini diharapkan pemerintah menjadi stimulus dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Laju inflasi tahun 2006, diperkirakan akan meningkat sehubungan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan elpiji. Dua komoditi publik ini, tidak kalah strategisnya dengan BBM sehingga sangat dimungkinkan menciptakan efek domino yang memicu kenaikan harga-harga komoditi lainnya. Walau skala picunya lebih kecil dari yang ditimbulkan BBM, namun akan mendorong peningkatan harga barang dan jasa, kecuali komoditi yang tidak menggunakan jasa listrik.
Laju inflasi tahun 2006 juga akan dipicu kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), serta anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Menteri Negara Perencanaan Pembangunan (PPN)/Kepala Bappenas, Sri Mulyani Indrawati, sebagaimana dilaporkan harian Media Indonesia, akan tetap menaikkan gaji PNS, anggota TNI dan Polri tahun 2006.
Seperti laju inflasi yang meningkat sejak September 2005 yang dipicu dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), laju inflasi 2006 juga akan dipicu dana yang sama. Walaupun banyak pihak yang mengusulkan perubahan strategi penyaluran dana BLT, pemerintah tetap menyatakan sikapnya untuk melanjutkan penyaluran bantuan dalam bentuk tunai langsung. Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 17 triliun dalam APBN 2006 untuk BLT tersebut.
Disamping itu, potensi picu inflasi juga masih mungkin datang dari sektor BBM. Sebagaimana diketahui, tolok ukur penetapan jumlah subsidi BBM dalam APBN diukur berdasarkan asumsi harga minyak mentah dunia sebesar 57 dolar AS per barel. Bila harga minyak mentah dunia mengalami gejolak dan trend yang meningkat signifikan, maka pemerintah akan meninjau kembali harga BBM dan menyesuaikan dengan kemampuan subsidi yang telah disepakati dengan DPR. Bila harga BBM naik lagi pada tahun 2006, maka sudah barang tentu memicu inflasi.
Itu juga sebabnya mengapa Menko Perekonomian Aburizal Bakrie, tidak dapat memastikan apakah harga BBM naik lagi pada tahun 2006 atau tidak. “Kalau misalnya harga (minyak mentah) di pasar dunia naik, maka subsidinya akan naik. Kalau Harga minyak mentah tidak naik, tidak ada kenaikan (harga BBM). Tapi kalau (harga) minyak turun (harga BBM) juga turun,” kata Aburizal Bakrie, sebagaimana dikutip harian Bisnis Indonesia, Sabtu (15/10).
Hal yang sama juga dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada media massa seusai berbuka puasa bersama di kediaman Ketua Dewan Penasehat DPP Partai Golkar, Surya Paloh, Selasa (1/11). “Kalau harga (minyak mentah dunia-red) turun di bawah US$50 per barel, kita pastikan (harga BBM-red) turun, karena bunyi Keppresnya demikian. Jadi, naik atau turun berdasarkan harga minyak mentah dunia-red) itu,” katanya. Maruasas Henry (Berita Indonesia)
Ulasan: Laju inflasi yang masih tinggi disebabkan oleh belanja publik (pemerintah) dalam APBN yang sangat besar, kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, dan Polri. Sementara pemicu inflasi dari aktivitas ekonomi masyarakat, kenaikan harga dua komoditas publik, Tarif Dasar Listrik (TDL) dan elpiji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar